Apa Itu Nikah Siri, Artian, Resiko, dan Hukumnya di Bandung?

Nikah Siri di Bandung tengah ramai jadi pembicaraan khalayak. Hal tersebut selesai pasangan aktris menginformasikan awal kalinya sudah menikah secara siri pada mula tahun 2021. Lantas, apa yang dimaksud nikah siri ? Berapakah Biaya nya?

Artian nikah siri 

Pengertan nikah siri adalah nikah yang tidak dibuat di pemerintahan, di dalam masalah ini Kantor Pekerjaan Kepercayaan (KUA) Bandung. Hingga, tidak miliki kapabilitas hukum ditambah pada ibu dan anaknya. Merilis situs sah Kementerian Kepercayaan (Kemenag) Kalimantan Selatan, nikah mesti ada di bawah pemantauan PPN/Kepala KUA atau Penghulu yang diangkat Kemenag. 

Pernikahan siri atau pernikahan tanpa sertakan pendataan hukum dipastikan selaku pelanggar hukum. Dikarenakan hal tersebut bisa menyalahi Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1946, yang menjelaskan kalau tiap pernikahan mesti diamati oleh karyawan pencatat pernikahan, serta itu diserta ancaman berwujud denda serta kurungan tubuh.

Nikah Siri Bandung

Argumen nikah siri di Bandung

Mengambil situs sah Binmas Moslem Kemenag, ada sejumlah argumen pasangan memutuskan pernikahan siri di Bandung, di antaranya: 

1. Menungu hari yang pas buat melakukan pernikahan terdaftar di KUA dengan argumen diwaktu masa nanti itu tidak ada perzinahan

2. Kedua-duanya atau salah satunya faksi calon mempelai tidak siap berkat masih sekolah/kuliah atau masih terlilit dengan kedinasan (sekolah) yang tak dibolehkan nikah terlebih dulu. Dari faksi orangtua, pernikahan ini ditujukan untuk tersedianya ikatan sah serta mengelit tingkah laku yang menyalahi tuntunan Kepercayaan seperti zina. 

3. Ke-2  atau salah satu diantaranya faksi calon mempelai belumlah cukup usia/dewasa, sementara faksi orangtua menghendaki tersedianya perjodohan di antara ke-2 nya, maka dari itu masa yang akan datang calon mempelai tak lagi nikah dengan faksi lain, dan dari faksi calon mempelai wanita tidak dipinang seseorang. 

4. Menjadi jalan keluar buat mendapati anak kalau dengan istri yang ada tidak dikarunia anak, dan bila nikah dengan resmi dapat terganggu dengan UU ataupun ketentuan lain, baik yang tersangkut peraturan perkawinan ataupun kepegawaian atau kedudukan. 5. Mau tak mau seperti faksi calon pengantin lelaki ketangkap basah bergembira dengan wanita pujaannya. Karena dengan argumen tidak siap dari faksi laki laki, karenanya buat tutup nista dijalankan kawin siri. Disamping itu, juga ada yang terhambat karena faksi wanita secara legal resmi masih terlilit pertalian dengan laki laki lain, sekiranya berasumsi kalau wanita itu sudah janda secara hukum Kepercayaan, tapi belum mengatur perpisahan di pengadilan. 

6. Melegalkan secara Kepercayaan buat laki laki yang telah beristri karena kepelikan memohon ijin atau mungkin tidak berani ijin terhadap istri pertama kalinya ataupun tak berasa nyaman pada mertuanya. 

UU Perkawinan Dalam Pasal 1 UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dikatakan jika perkawinan adalah ikatan lahir serta batin di antara seseorang pria dengan orang wanita buat membuat rumah tangga yang berbahagia serta langgeng berdasar pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Adapun syahnya perkawinan terdaftar dalam Pasal 2 Ayat (1), yang mengeluarkan bunyi sebagaimana berikut: "Perkawinan yakni syah, jika dijalankan menurut hukum semasing Kepercayaannya serta kepercayaannya itu" Maka dari itu sejauh pernikahan dijalankan sama dengan ketetapan Kepercayaan yang diikutinya, jadi pernikahan itu dikira syah secara hukum, baik pernikahan itu dijalankan di muka petugas yang dipilih oleh undang undang atau tak (siri atau di balik tangan). Tapi sebagai permasalahan, berkaitan pembuktian tersedianya pernikahan itu, yang menurut peraturan perundangan cuman bisa dinyatakan dengan Cuplikan Akte Nikah, yang diedarkan oleh Karyawan Pencatat Nikah atau Cuplikan Akte Perkawinan oleh catatan sipil. Maka dari itu, waktu suatu pernikahan tidak ditunaikan di depan petugas yang dipilih, maka dapat persoalan pada pembuktian pernikahannya, lantaran tidak tercantum di instansi yang berotoritas, sebagai halnya ditata dalam Pasal 2 Ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974. "Setiap perkawinan dicatat menurut ketentuan UU yang berlangsung". 

Resiko nikah siri 

Mengambil Jurnal Sosiologi yang dicatat oleh Sri Hilmi Pujihartati dari FISIP Kampus Sebelas Maret (UNS), secara hukum positif, nikah siri Bandung tidak selengkapnya satu tindakan hukum sebab tidak tertera dengan resmi dalam catatan pemerintah. Anak yang lahir dari pernikahan siri dipandang tidak bisa dilegalisasi oleh negara lewat dokumen kelahiran. Tiap-tiap penduduk negara Bandung yang mengerjakan pernikahan mesti mendaftar pernikahannya ke KUA atau Kantor Catatan Sipil untuk mendapat surat atau dokumen nikah. Perkawinan cuma bisa dipastikan dengan dokumen nikah yang dibentuk oleh karyawan pencatat nikah. Pengaruh hukum yang muncul dari sebuah pernikahan siri terjadi bila ada perpisahan, ialah istri sukar mendapat hak atas harta bersama, bila suami tidak memberinya. Terkecuali itu, kalau ada peninggalan yang dibiarkan suami lantaran wafat, anak dan istri sangatlah sukar mendapat hak dari harta peninggalan. Kalau seseorang suami profesinya sebagai PNS, istri ataupun anak tak punya hak mendapati bantuan apa saja.

Resiko positif dan negatif 

Dalam pada itu, dalam tulisan Pujihartati pula menyebtukan untuk beberapa umumnya sejumlah pengaruh positif dari nikah siri di Bandung yang dijalankan dengan arah yang bagus misalnya: 

Kurangi beban atau tanggung-jawab seseorang wanita sebagai sandaran keluarga, 

Meminimalisasi ada sex bebas dan berubahnya penyakit AIDS ataupun penyakit yang lain, 

Sanggup menjauhi seorang dari hukum zina dalam Kepercayaan, 

Sedang efek negatifnya mencakup: 

Tak tersedianya ketetapan status wanita menjadi istri serta ketetapan status anak di mata hukum atau penduduk, Akan ada beberapa kejadian poligami terjadi, Pencelaan seksual kepada wanita karena dipandang seperti pemuasan gairah sejenak buat kelompok lelaki, Faksi wanita tidak mempunyai kekuatan hukum buat tuntut suami apabila berlangsung soal atau perpisahan, lantaran rancangan nikah yang ditempuh tak resmi secara hukum atau mungkin tidak terdaftar di KUA.

Pernikahan syah 

Pernikahan buat umat Moslem syah jika udah tercukupi rukun dan prasyarat pernikahan secara Kepercayaan sama dengan dirapikan dalam fikih munakahat. Dalam praktek yang terjadi di tengahnya orang, rukun perkawinan itu ada lima, adalah: 1. Tersedianya calon pengantin lelaki, Terdapatnya calon pengantin wanita, 2. Tersedianya Mahar / Maskawin, 3. Wali nikah, 4. 2 orang saksi, 5. Terdapatnya ijab kabul. Jika ke-5 rukun ini ada serta masing-masing rukun itu telah penuhi kriterianya, jadi perkawinan itu sudah resmi menurut hukum Kepercayaan. 

Menurut ketetapan pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan, mesti dikira resmi menurut hukum negara. Namun, biar perkawinan ini mendapatkan pernyataan sah dari negara, jadi pernikahan itu harus dicatat menurut ketetapan perundangan-undangan yang berlangsung. Buat umat Moslem, lembaga yang berkekuatan lakukan pendataan pernikahan yakni Karyawan Pencatat Nikah pada KUA Kecamatan, baik pendataan lewat pemantauan saat berlangsungnya pernikahan ataupun berdasar penentuan pengadilan untuk yang pernikahnnya tidak dilakukan di bawah pemantauan petinggi yang dipilih.

Postingan populer dari blog ini

Apa Itu Nikah Siri, Pemahaman, Pengaruh, serta Hukumnya di Indonesia?